Rabu, 01 Februari 2012

Kebun Teh Sidamanik Mau Kebun Sawit?


Opini - Selasa, 31 Jan 2012 00:04 WIB Harian analisa
Oleh : Karmel Simatupang.
Unjuk rasa Himpunan Mahasiswa dan Pemuda Simalungun
(Himapsi), Kamis (19/1) layak didukung sepenuhnya. Mereka hadir disaat yang tepat, bersenjatakan toa dan idealisme yang membubung tinggi menolak konversi perkebunan Teh Sidamanik menjadi lahan sawit yang sudah dan akan dilakukan oleh pihak manajemen PTPN IV, Simalungun Sumatera Utara.
Anak sulung bangsa sekaligus putra daerah Kabupaten Simalungun ini jauh lebih sadar dan paham benar ketimbang para anggota dewan yang duduk terima gaji uang rakyat, bahwa Kebun Teh Sidamanik bukan hanya punya nilai sejarah yang menjadi ikon kebanggaan Simalungun ini tapi juga sebagai objek parawisata puncak dan yang lebih penting sebagai penyangga air Kawasan Danau Toba sekitarnya. Dipastikan jika kebun ini dikonversi menjadi lahan sawit ancaman bencana kehidupan senantiasa menanti di depan mata.


Sebelumnya, konversi kebun teh ke sawit tersebut sudah dilakukan di kebun Marjandi dan Bah Birung Ulu yang juga di Kabupaten Simalungun, Sumut. Dengan alasan lebih bernilai bisnis, seluruh tanaman di kedua kebun ini sudah dikonversi menjadi tanaman kelapa sawit, (Medan Bisnis, 24/11/11).

Sejauh ini alasan pihak manajemen PTPN IV bersikukuh mengkonversi kebun Teh Sidamanik ke sawit adalah menyoal nilai ekonomis untung rugi dengan mengabaikan nilai sejarah dan bencana yang sesungguhnya berupa kekeringan dan rusaknya ekologi ekosistem Simalungun sekitarnya.

Manajemen PTPN IV mengklaim selalu mengalami kerugian hingga Rp50 miliar per tahunnya. Tetapi persoalannya adalah kenapa bisa merugi. Harusnya inilah yang dituntaskan tampa harus jor-joran mengkonversinya ke tanaman sawit. Atau kalau PTPN IV tak sanggup lagi mengelolanya serahkan saja pada masyarakat.

Warga Dunia Terancam 



Jika anda yang biasa hidup di Kota seperti Medan misalnya dan kota-kota besar lainya yang lumayan padat penduduknya, pastilah sangat sulit menemukan udara bersih, segar dan asri. Polusi dan pencemaran dimana-mana. Untunglah kita masih memiliki tempat wisata alam yang sesekali bisa melancong kesana, seperti Danau Toba, Berastagi dan tentunya Kebun Teh Sidamanik.

Aroma daun teh yang khas, kesegaran sejuknya udara yang bebas dari polusi serta langit cerah dengan corak awan yang terus tersapu angin membuat tempat ini semakin indah, wajib dikunjungi setiap kali perjalanan menuju Danau Toba apalagi dengan sudah terbukanya Pelabuhan Ferry di Tiga Ras Simalungun menuju Pulau Samosir.

Kebun teh Sidamanik ini memiliki Luas 8.372,75 Hektar, sampai saat ini kebun teh Sidamanik masih merupakan kebun teh untuk jenis teh hitam terbesar kedua di Indonesia setelah Jawa Barat.

Namun sayang, kini kebun teh yang kita banggakan sedang ditumbang dan dikonversi kepada tanaman yang tidak bersahabat dengan udara bersih dan kelangsungan hidup ekosistem kita. Sawit yang rakus air.

Tumbuhan yang rakus air, berarti akan membuat kekeringan. Persawahan dan perladangan masyarakat setempat akan hancur. Seperti pengalaman diberbagai tempat, ekspansi perkebunan sawit lebih banyak mudaratnya ketimbang manfaatnya.

Konversi yang sudah terlanjur dilakukan di kebun Marjandi dan Bah Birung Ulu ke tanaman sawit, jelas terbukti sudah beberapa kali mengakibatkan bencana longsor pada waktu musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau.

Kita ketahui, Kebun Teh Sidamanik merupakan peninggalan sejarah digagas oleh pemerintah kolonial Belanda tahun 1920, artinya sudah ada 92 tahun lamanya. Selama ini petani, masyarakat Simalungun khususnya sudah sangat akrab dengan Kebun Teh ini, kekuatannya yang dapat menyimpan air menjadi penyangga air Danau Toba dan menjadi bagian integral yang tidak terpisahkan.

Dengan demikian karena Danau Toba adalah miliknya dunia dan bagian ekosistem dunia, dan kebun teh Sidamanik adalah bagian integral ekosistem Danau Toba, maka konversi tanaman teh mengancam ekosistem dunia dan warga dunia.

Ketika suatu kali mengikuti diskusi lepas bersama teman-teman menyebutkan dugaan kehendak mengkonversi kebun itu pasti punya tali temali dengan proyek Sei Mangkei. Pabrik Kelapa sawit pertama di Indonesia ini sudah mulai dibangun awal tahun ini yang juga berlokasi di kecamatan Bosar Maligas, Kabupaten Simalungun, Sumut. Boleh jadi, dugaan menguat konversi yang sedang berlangsung ini diperuntukkan menjadi penyuplai bahan baku industri yang mengolah kelapa sawit hingga turunannya (industri hilir) tersebut.

Beberapa waktu lalu, seorang teman lama dari Komunitas Earth Society for Danau Toba (ES) memforward balasan pesan singkat kepada penulis dari Menteri BUMN, Dahlan Iskan yang berisi ketidaktahuan sang Menteri kebun teh dikonversi jadi apa dan siapa yang merencanakan konversi. Balasan tersebut diterima ketika memberitahu keresahan warga dan desakan menolak konversi.

Berikut kutipan asli balasan pesan singkat sang Menteri BUMN; "Menurut kabar yang anda terima akan dikonversi jadi apa? Siapa yang merencanakan konversi itu? Saya perlu info itu. Trims."

Rupa-rupanya Dahlan Iskan belum tahu-menahu soal konversi kebun Teh Sidamanik ini yang notabene berstatus BUMN, walau ramai diberitakan di media massa dan media online. Padahal, bukan hanya rencana mengkonversi, tapi memang sudah dilakukan konversi tahap pertama di Kebun Marjandi dan Bah Birung Ulu.

Kita juga belum tahu apakah sang Menteri BUMN memang tidak tahu benar soal konversi atau purak-purak tidak tahu. Tetapi terlepas dari polemik tersebut pihak manajemen PT Perkebunan Nusantara (PTPN) IV patut dipertanyakan sampai saat-saat terakhir ini belum ada koordinasi dengan Menteri BUMN.

Apapun ceritanya warga dunia harus menolak konversi ini sebagaimana yang dilakukan oleh massa Himapsi karena berpotensi melanggar hak asasi manusia di bidang lingkungan hidup. Sikap DPRD Simalungun yang juga menolak rencana konversi perkebunan teh tahap kedua ini di Kebun Sidamanik, Bah Butong dan Tobasari untuk dijadikan perkebunan kelapa sawit harus terus didukung. Mereka menilai tidak sesuai dengan Rancangan Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) yang sudah ditetapkan, (Medan Bisnis, 20/11/11).

Tolak

Atas nama sejarah, parawisata, ekosistem yang menjamin hidup yang berkelanjutan, konversi teh Sidamanik ke lahan sawit harus dihentikan bahkan konversi yang sudah terlanjur dilakukan harus dikembalikan. Masyarakat Simalungun secara khusus dan Sumut umumnya harus sama-sama mempertahankan warisan Sumatera ini.

Kebun teh Sidamanik harus diproteksi. Mari kita bangun kultur masyarakat yang cinta kearifan lokal dan bersahabat dengan alam. Akhirnya, aksi damai mahasiswa pemuda Himapsi jangan kita sia-siakan, menjadi penyadar kepada semua pihak bahwa aset Sumut ini harus dilestarikan dan dijaga. ***

Penulis adalah Aktivis Earth Society for Danau Toba dan KDAS, Medan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar