![]() |
pagoda Bangunan Simalungun di tengah taman kota Pematangsiantar |
Kota pematangsiantar merupakan
kota yang terkenal dengan sebutan kota paling toleransi di Indonesia, penilaian
itu tidaklah keliru, karena di kota sapangambei manoktok hitei ini, banyak suku
dan agama bisa hidup saling berdampingan, dan tidak pernah ada ditemukan
gesekan gesekan yang berarti antara yang berbeda suku dan agama karena
toleransilah yang di kedepankan di kota berhawa sejuk ini. Baru-baru ini, kota
pematangsiantar di nobatkan menjadi kota paling toleransi di Indonesia, kota pematangsiantar
bisa menjadi kota paling toleransi,
sudah memiliki sejarah yang panjang, karena dimulai oleh raja-raja
siantar sampai raja terakhir yaitu raja Sangnawaluh Damanik yang memiliki jiwa
pengayom buat pendatang di tanahnya yaitu tanah simalungun harajaon Sianttar
yang sekarang menjadi kota pematangsiantar. Bertambah tahun, sebelum
kemerdekaan tiba, Belanda sempat menduduki kota pematangsiantar dengan
menangkap dan membuang Raja Sang Nawaluh ke Bengkalis, dengan dikuasainya kota
pematangsiantar, maka kekayaan, tanah, sumber daya alam sepenuhnya di kuasai oleh
Belanda, untuk bisa mengelola sumber daya alam, Belanda membawa banyak para pekerja
dari daerah tetangga, Orang Jawa dan orang-orang Cina ke kota pematangsiantar. Saat
kemerdekaan tiba, pendatang –pendatang dengan berlatar belakang suku yang
berbeda semakin banyak yang datang dan tinggal di kota ini, bukan saja suku
Jawa, Toba, CIna, tetapi suku-suku Melayu, Minang, Tapsel, India dan banyak
lagi berdatangan ke kota ini. Namun walaupun
keberadaan pendatang ini terus bertambah dan semakin beragam, mereka
selalu di terima oleh keturunan raja dan masyarakat suku asli kota
pematangsiantar itu, tetapi dengan syarat harus menghargai suku asli kota itu.
Menghargai suku dan budaya Setempat seperti pepatah lama yang mengatakan
“DIMANA KAKI DIPIJAK DI SITU LANGIT DIJUNJUNG” yang artinya walaupun daerah
kota pematangsiantar itu, dihuni oleh berbagai macam suku tetapi tetap harus menghargai
suku asli kota itu. Suku dan budaya asli kota pematangsiantar adalah suku dan
budaya simalungun yang merupakan juga suku dan budaya Raja Siantar yaitu Raja
Sang Nawaluh Damanik dan sekaligus suku
sipukkah huta(suku pembukan kampung) Kota Pematangsiantar. Memang petah DIMANA
KAKI DIPIJAK DI SITU LANGIT DIJUNJUNG harus kita terapkan jika kita memasuki
daerah orang lain, kita harus menghargai kebudayaan, kebiasaan, adat istiadat setempat
agar kita bisa diterima di daerah itu, itulah yang disebut PENGHARGAAN/
MENGHARGAI.
Prinsip menghargai kearifan lokal
yang didengung-dengunkan oleh pemerintah pusat tidaklah hal sepele, karena
menghargai kearifan lokal lah yang paling ampuh bisa mempersatukan bangsa yang
berbeda-beda suku ini, bukan mencampur adukkan tanpa ada satu patron yang bisa
berakibat terpecah belahnya suatu bangsa. Prinsip kearifan lokal yang dimaksud
adalah pemerintah setempat harus mengunggulkan, atau mengutamakan dan
melestarika keberadaan suku adat istiadat daerah itu. Ini sudah diataur dalam undang-undang nomor 40 tahun 2008tentang penghapusan ras dan etnik dan undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentangpemerintahan daerah berkewajiban untuk melestarikan suku budaya adat setempat, Contoh, walaupun kota Jakarta adalah ibu kota
Indonesia yang memiliki Jumlah penduduk terbesar di Indoensia dengan berbagai
suku-suku yang ada di Indonesia, Diperkirakan ada di Kota Jakarta, tetapi
Pemerintah DKI Jakarta Tetap harus mengedepankan Suku Betawi di setiap
Identitas kota Jakarta, baik setiap Pagelaran-Pagelaran Budaya, Ornamen-Ornamen
Kantor Pemerintahan,BUMN,Swasta,Sekolah, Pakaian-Pakain Dinas,
pelajaran-pelajaran muatan lokal khusus budaya Betawi. Itulah yang disebut
menghargai kearifan lokal. Begitulah cara Pemerintah untuk melestarikan budaya
budaya nusantara. Sehingga masing-masing pemerintah daerah bisa mempertahankan
budaya asli daerahnya.
Demikian juga di kota
Pematangsiantar, seharusnya Pemerintah Kota Pematangsiantar harus melestarikan,
menghargai dan mengedepankan suku, adat istiadat, budaya Simalungun, agar
keberadaan suku Simalungun tidak Hilang. Seberapa besarpun jumlah pendatang
atau suku apapun yang menjadi /memimpin (walikota) daerah di kota itu, harus menghargai, melestarikan keberadaan
suku, adat istiadat, budaya Simalungun. Karena itu PERINTAH UNDANG-UNDANG.
Akhir-akhir ini, dengan bertambahnya
usia kota pematangsiantar. Dengan silih bergantinya pemimpin kota itu sepertinya
Pepatah DIMANA KAKI DIPIJAK DI SITU LANGIT DIJUNJUNG, dan AMANAH/PERINTAH
UNDANG-UNDANG NEGERA tidak di hiraukan lagi, bahkan sampai-sampai Pemerintah Kota Pematangsiantar sudah mulai
tidak menghargai keberadaan Suku dan Budaya Simalungun di Kotanya sendiri.
Memang, penghargaan yang kurang dihargai ini, sudah dirasakan beberapa sebelum kepemimpinan
kepala daerah sekarang ini, yang ketepatan memang kepala daerahnya beberapa
kali tidak merupakan suku SImalungun. bisa diperkirakan karena tidak mengerti,
tak mau belajar, atau tak mau tahu tentang suku dan budaya di kota
Pematangsiantar. Sehingga sering sekali kebijakan-kebijakan yang diambil,
menciderai perasaan keberadaan (identitas) orang-orang simalungun di kotanya
sendiri. Dimulai merubah nama-nama jalan yang sebelumnya masih bernuansa
Simalungun, pembuatan nama daerah-daerah dikota pematangsiantar, tidak
mencantumkan oranmen-ornamen di kantor Pemerintahan, sekolah, kantor
BUMD,Swasta yang walaupun PERDA (Peraturan Daerah)nya sudah diatur, Perjuangan
Hampir 10 Tahun Permohonan Orang-orang Simalungun termasuk Keluarga Keturunan
Raja Sang Nawaluh Damanik Untuk dibangunnya Tugu Raja Sang Nawaluh Damanik
sebagai bentuk Penghargaan Bagi Sang Raja yang melahirkan Kota Pematangsiantar itu,
Namun Sampai Sekarang Belum di laksanakan dengan berbagai alasan. tidak
diberdayaakannya atau memberi peluang untuk orang-orang simalungun untuk
menduduki jabatan-jabatan baik di pemerintahan atau pun BUMD yang walaupun
sebenarnya banyak yang cakap dan sanggup.
![]() |
kunjungan Presiden Joko Widodo Ke kota Pematangsiantar |
![]() |
Kunjungan Presiden Ke Kabupaten Toba Samosir |
Hal yang memuncak yang membuat orang-orang
Simalungun yang tinggal di Kota pematangsiantar ini Marah adalah saat hadirnya
Walikota Baru yang menggantikan Walikota yang meninggal dunia, Bernama
HEFRIANSYAH yang kemungkinan tidak mengerti atau mungkin juga sengaja ingin
menghapuskan keberadaan Suku Simalungun di kota pematangsiantar. Terlihat dibeberapa
acara kenegaraan tidak menpertunjukan budaya adat Simalungun. Kedatangan KepalaNegara Republik Indonesai bapak JOKO WIDODO ke Kota PematangSiantar baru-baru
ini, tidak ditunjukan sama sekali budaya adat Simalungun dalam penyambutan tamu
yang sangat dihormati itu. Seogianya setiap kunjungan Presiden kesuatu Daerah,
Daerah itu akan menyambut dengan budaya adat setempat serta menyematkan Sesuatu
kepada tamu kehormatan itu. Karena proses penyambutan tamu kehormatan dengan
adat istiadat budaya setempat itu menjadikan kebanggaan tersendiri bagi suku
itu yang sekali gus jika tidak
dilaksanakan merupakan PENGHINAAN dan seakan akan sengaja menghilangkan adat
istiadat setempat yang sama artinya Menista Suku daerah itu.
![]() |
Penyambutan Walikota Pemsiantar dengan budaya Melayu |
Sebelumnya Pemerintah Kota
Pematangsiantar Juga dianggap melakukan PELECEHAN, PENHINAAN terhadap Suku Simalungun Dimana saat acara
“pembukaan MTQ di Kecamatan Siantar Simarimbun pada 22 Maret
2018 di Masjid Al Hilal Marihat, Walikota Siantar, Hefriansyah disambut dengan
tarian suku Melayu”(kutipan http://news.metro24jam.com/read/2018/04/04/55442/pemko-siantar-hina-lecehkan-etnis-simalungun.)
yang seharusnya dan biasanya di sambut dengan Adat Istiadat Suku SImalungun
dengan Tortor Sombah dan DIHAR PANGALO ALOAN Simalungun.. Perasaan
Penghinaan, Pelecehan atau Penistaan terhadap Suku SImalungun ini sudah
dilontarkan kepada Pemerintah Kota Pematangsiantar tetap tidak ditanggapi
bahkan dalam kata-kata sambutan yang dilakukan Walikota Hefriansah dalam
acara-acara resmi selalu mengatakan bahwa suku di kota pematangsiantar ini
bukan hanya Milik Satu Suku yang bisa di tafsirkan orang-orang simalungun
pernyataan itulah yang menjawab kenapa Budaya SImalungun di hilangkan dalam
perhelatan acara resmi dengan digantikan dengan budaya suku yang lain di kota
pematangsiantar ini.
![]() |
Brosur HUT kota Pem.Siantar Ke-147 |
Hal
yang membuat kemarahan orang-orang suku Simalungun yang tidak bisa di tahan lagi (Habis Kesabaran), ketika Hefriansyah nyata-nyata telah bermaksud menghilangkan
etnis Simalungun di Pematangsiantar. Buktinya, saat peringatan Hari Jadi ke-147
Kota Pematangsiantar, Pemerintah Kota (Pemko) Pematangsiantar mengeluarkan
brosur dengan desain gambar rumah adat Simalungun yang kecil. dimana rumah adat
itu diambil dari rumah adat Simalungun yang sudah terbakar bernama Rumah Utte
Jungga Dengan di keliingi oleh suku-suku lain lengkap dengan alat musik dan
perangkat pakaian adat, sementara tidak ada terlihat pakaian perangkat suku
simalungun dengan tulisan FESTIVAL KOTA PUSAKA semarak Budaya Siantar. Yang
bisa diartikan PUSAKA dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah “harta benda peninggalan orang yang telah
meninggal; warisan” jadi dengan di ikuti dengan
gambar brosur yang telah beredar itu dengan keberadaan Rumah adat yang kecil
dan sudah terbakar serta tidak adanya orang seperangkat berpakaian adat
simalungun, memberi makna bahwa keberadaan orang Simalungun di kota
Pematangsiantar sudah dianggap tinggal Cerita Masa lampau atau dianggap tidak
ada lagi. Melihat keadaan ini, komunitas adat
Simalungun, ihutan bolon (Keturunan Raja Sang Nawaluh Damanik), telah
mengingatkan hal itu akan tetapi Pemko Pematangsiantar tidak bersedia mengganti
desain tersebut. Bahkan Brosur itu di tampilkan sebagai backdrop di Pentas
besar pada Pagelaran Seni pada acara PRSU ( Pekan Raya Sumatera Utara) di Kota
Medan.
![]() |
Demonstrasi yang menuntut Hefriansyah walikota Pem,Siantar Di Makzulkan |
Sungguh
teragis memang, perlakuan Pemerintah daerah Pematangsiantar terhadap Suku
SImalungun di tanahnya sendiri, tidak dihargai, DIHINA, DILECEHKAN, sudah dianggap
tidak ada. Saya tidak bisa terbayang jika kejadian yang serupa terjadi di
daerah lain, bisa jadi tidak lama lagi Negara yang kita cintai ini akan Bubar. Mudah-mudahan,
pihak yang terkait bisa menyelesaikan masalah ini dengan baik. Jangan ada lagi
Penistaan terhadap suku-suku lainnya
apalagi ditanahnya sendiri.
Diatei
Tupa
Penulis:
Rizal Sipayung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar